Jalan Panjang Upgrade T480

Awal 2023, karena laptop lawas X230 dipakai istri dan sering bermasalah di sensor kipasnya, saya memutuskan membeli laptop second. Dengan alasan build quality dan feel keyboard yang superior, saya memilih meminang Thinkpad lagi, hanya berbeda generasi. Pilihan jatuh pada T480 yang berdasar hitung-hitungan masih affordable dan cukup bertenaga.

Cukup lama berburu laptop idaman di marketplace. Selain karena sulitnya melakukan verifikasi kondisi langsung, harga yang bervariasi juga mempersulit keputusan pemilihan unit. Pilihan jatuh ke barang di toko LOCKSTORE/ MrHanzo, meskipun pengiriman relatif jauh-dari Jakarta ke Sukoharjo-unit yang ditawarkan sepertinya berkualitas. Dan yang lebih penting penjualnya komunikatif dan mau menerima request tukar guling part. Saya memilih varian 16GB single slot, tapi sayangnya lupa menyebutkan preferensi panel. Barang yang datang varian touch, yang menurut saya spek layarnya agak dibawah layar non-touch.

Mengejar Rata Kanan

Setelah mendapatkan pekerjaan dan mulai menabung sedikit-sedikit, saya tergoda untuk upgrade untuk mengejar performa maksimal. Memang benar kata orang bijak: Rumput tetangga Logo AMD selalu lebih hijau (dari Intel).

Mulailah mencicil part upgrade satu persatu sampai akhirnya mendapatkan spek yang cukup mumpuni untuk ngoding:

  1. 1 keping SODIMM 16 GB Samsung DDR4 PC4-3200. Karena saat saya beli saya sudah request RAM single channel 16 GB, ini termasuk upgrade terencana.
  2. Samsung 980 NVMe SSD 1 TB sebagai pengganti SSD bawaan.
  3. Baterai Internal 24 Wh untuk kebutuhan pulang kampung.
  4. WiFi card Intel WiFi 6E AX210 : upgrade Bluetooth dari 4.2 di card lama (Intel 8265NGW) ke 5.3, sekaligus future proofing ke WiFi 6.
  5. Lenovo 40AJ Ultra Docking Station: untuk mengurangi keribetan copot-pasang konektor saat mau dipindah dari/ ke ruang kerja. Terutama RJ45 yang sedikit ringkih, serta audio jack yang posisinya mengganggu area mouse dan rawan ditarik si kecil mungil usil jahil.

Total butuh waktu sekitar 3 bulan untuk mencicil part-part ini. Dengan ultradock menjadi upgrade terakhir sekaligus termahal diluar storage (yang terhitung murah dari rasio Rupiah/ GB).

Asa Hilang, Duit Terbuang

Karena kebutuhan pekerjaan, laptop T480 saya cukup tersiksa (surprise!). Kondisi ini bertambah parah setelah saya menggunakan ultradock, yang ternyata mempunyai cacat desain yang membuat pembuangan panas menjadi tidak optimal. Dalam kondisi pemakaian wajar untuk bekerja, tak sampai 1 jam CPU akan tersedak thermal throttling karena suhu prosesor menyenggol batas atas 97° C dan butuh waktu lama untuk turun ke suhu aman (~70-80° C).

Di diskusi pengguna, saya menemukan solusi sementara yaitu menambahkan kipas pendingin di belakang blok konektor docking station untuk membantu pembuangan panas. Dan memang cukup membantu, PROCHOT baru tercapai jika laptop dipakai bekerja 2-3 jam non-stop. Tapi ini bukan solusi yang sustainable dan rawan konflik, karena saya jadi rebutan kipas dengan anak tercinta.

Demi mempertahankan kedamaian rumah tangga, saya sempat mencoba membeli vacuum cooler dari Tokopedia. Namun terkendala masalah adapter hisap yang tidak bisa bekerjasama dengan docking station. Seperempat lubang outlet di sebelah kanan tertutup blok konektor. Asem!

Tak habis akal, saya kemudian menggunakan software ThrottleStop untuk melakukan undervolting CPU agar suhu kerja tidak terlalu tinggi dan performa stabil tanpa cegukan. Setelah lama bereksperimen mencari nilai aman, didapatlah konfigurasi berikut:

  • VIFR:
    • Core -82 mV
    • Cache -82 mV.
  • TPL:
    • PL1 (long) di 25 watt
    • PL2 (short) di 40 watt (4 watt dibawah limit arus/ EDP motherboard).
  • Matikan turbo saat memakai battery.

Setelah undervolt, saya mengamati suhu operasi turun cukup jauh, maksimal 85° C setelah diujicoba dengan benchmark bawaan ThrottleStop. Durasi pemakaian baterai saat dilepas dari charger juga lebih lama, karena tanpa turbo otomatis pemakaian baterai lebih hemat. Memang, performa burst disaat butuh (seperti saat melakukan kompilasi kode) jadi terhambat karena CPU lebih sering tersedak Power Limit, tapi seperti kata orang Jawa, “Alon-alon waton kelakon“. Daripada CPU nyangkut saat ditunggu, dan butuh waktu lama sampai tak halu, mending agak underperform sedikit tapi stabil.

Tuntutlah heatsink sampai ke negeri Cina

Meskipun sudah cukup stabil, masalah durasi operasional yang cuma setengah hari sebelum si i5 bengkek masih dirasa mengganggu. Saya kemudian memutuskan mencari heatsink T480 versi dGPU yang mempunyai 2 pipa dan terkenal ampuh menyelesaikan masalah CPU kepanasan di komunitas. Sayangnya, sulit menemukan part ini di dalam negeri. Kalaupun ada margin yang diambil seller cukup tinggi dengan pengiriman yang lama. Akhirnya saya memilih membeli dan mengimpor sendiri dari AliExpress.

Proses pembelian cukup mudah, proses impor pun sangat lancar. Heatsink hanya menginap satu malam di Bea Cukai sebelum dikirim via Pos Indonesia. Durasi order mulai dari transfer sampai barang tiba di tangan tak sampai 2 minggu.

Karena saya memakai EMS, biaya kirim dari entry port ke tujuan akhir saya yang tanggung. Dari Jakarta ke Sukoharjo hanya menghabiskan sekitar 30 ribu, ditambah PPn dan Bea Masuk 26 ribu, total biaya diluar harga barang cuma 60 ribu.

Proses pemasangan cukup mudah dan cepat. Hanya ada satu yang harus diperhatikan, contact point dGPU harus ditutup rapat menggunakan material non-konduktif agak tidak menimbulkan korsleting listrik. Saya memakai electric tape merk Nasional karena saya cinta produk-produk Indonesia kebetulan ketemu pas dicari. Agak riskan karena temperatur maksimum tape-nya hanya 80° C. Mungkin nanti kalau ada waktu, dan barangnya ketemu, saya bongkar lagi dan ganti dengan vynil tape Super 88 yang lebih tahan panas.

Setelah melakukan upgrade heatsink dan repaste (lagi), saya iseng menjalankan Cinebench R23. Hasilnya, aman sentosa dan bertenaga. Saat tes berjalan, suhu CPU tak pernah menyentuh 90° C di 10 menit pertama, dan tak pernah mencapai PROCHOT sebelum terkena power limit. Karena itu akhirnya saya naikkan PL1 ke 35 watt, untuk mengejar performa.

Sudah puas?

Oh, sudah pasti belum! Wishlist saya masih banyak. Sayangnya, demi keharmonisan keluarga, oprek laptopnya stop sampai sini dulu. Kalaupun mau diperas lagi, cuan performa makin tipis dibanding daya yang dipakai. Istilah kerennya, diminishing return.

Toh saya beli dan upgrade laptop ini karena asumsi awal butuh kembali merantau untuk WFO. Jadi fokus utama masih di stabilitas temperatur dan daya tahan baterai, performa nomor dua. Karena sekarang sepertinya saya bakal lama WFH, justru mulai tertarik untuk kembali merakit PC. Sembari menunggu selesai proses penyambungan baru ke PLN, diam-diam mulai membuat wishlist part PC. Jangan bilang-bilang istri saya, ya…

kom entar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.